Wednesday, March 27, 2019

Jangan Memandang Rendah Ahli Maksiat - Al Habib Ali al-Jufri



Pesan-pesannya sejuk dan damai, dakwah-dakwahnya selalu bisa diterima oleh hampir semua golongan bahkan oleh non muslim sekalipun. Kucuali kelompok Salafi/Wahabi yang terus menyerang pemikiran dan sikap-sikapnya karena dianggap bertentangan dengan ajaran mereka, Al Habib Ali Al Jufri banyak dikagumi oleh tokoh-tokoh dan masyarakat dunia sebagai tokoh muslim sufi dunia yang moderat, toleran dan disegani.

Sikap-sikapnya yang teduh dan petuah-petuahnya yang damai dan menyejukkan menjadi pegangan umat Islam di dunia dalam menebar Islam yang rahmah lil alamin dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu nasihat Ulama yang lahir di Jeddah, Arab Saudi ini adalah ajakannya agar tidak memandang rendah terhadap pelaku Maksiat.
Beliau berkata :
“Jangan memandang sebelah mata orang yg berbuat maksiat. Jangan merasa kita lebih bermartabat dibandingkan dengan mereka. Kita cela perbuatan maksiat mereka, bukan orangnya. Mereka tidak boleh kita anggap rendah dan tercela, kita juga tidak boleh sombong kepada mereka. Boleh jadi, suatu malam ia dilihat Allah, lalu menjadi seorang wali yg dicintai Allah.Sementara amalmu yg tidak seberapa, karena engkau sombongkan, dihapus Allah dan engkau jadi tak punya apa-apa. Bahkan, boleh jadi imanmu dicabut, dan engkau tidak diterima lagi untuk menghadap-Nya.” Na’udzubillahi min dzalik.

Habib Ali Al Jufri bernama asli Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri dilahirkan di kota Jeddah, Arab Saudi tepat sebelum fajar pada hari Jumaat, 16 April 1971 bertepatan 20 Safar 1391 H, dari orang tua yang masih keturunan Imam Hussein bin Ali ra.
Beliau mempunyai penampilan fisik yang menonjol: tampan, berkulit putih, tinggi, besar, berjenggot tebal dan rapi tanpa kumis, sehingga kehadirannya di suatu majelis sering menyita perhatian orang. Tetapi kelebihannya bukan itu, jika berbicara di forum, orang akan dibuat kagum dengan penguasaannya dalam ilmu Agama cukup luas dan mendalam serta kaitannya dengan masalah-masalah kontekstual di era modern. Intonasi suaranya membuat orang tak ingin berhenti mengikuti pembicaraannya. Pada saat tertentu, suara dan ungkapan-ungkapannya menyejukkan hati pendengarnya. Tapi di saat yang lain, suaranya meninggi, menggelegar, bergetar, membuat mereka tertunduk, lalu mengoreksi diri sendiri.

0 komentar:

Post a Comment